Suarakumandang.com, BERITA MAGETAN. Pagi pukul 06.30 WIB dia mulai menancapkan bibit padi bersama ke-tiga temannya di sawah yang sudah dibajak. Adalah Parmi usianya 50 tahun, ia bekerja sebagai buruh tani hanya saat panen dan tanam padi, jika tidak musim padi ibu dua anak tersebut bekerja mencari pakan lembu (Ngarit-red).
Parmi bekerja disawah milik orang lain, karena tidak
memiliki sawah sendiri. Parmi yang mengaku hanya lulusan sekolah dasar bekerja
sebagai petani jika ada tetangga atau orang lain memerlukan tenaganya di sawah.
Upah sebagai petani tak seberapa jika untuk mencukupi kebutuhan rumah
tangganya.”Kalau bekerja tanam padi ada dua macam, pertama borongan dan
harian,”jelas Parmi.
“Kalau borongan itu perkotak 200 ribu dibagi bersama teman
yang saat itu ikut menanam padi. Kalau soal makan ditanggung oleh pemilik sawah
pagi dan siang, dan dikerjakan sampai selesai,” kata Parni, senin (29/03/2021).
Lanjutnya, sedangkan bekerja harian upah yang diterima
antara 35 ribu sampai 40 ribu. Mulai bekerja pukul 6.30 WIB sampai pukul 12.00
WIB. ” Tinggal orangnya ada yang
ngasih 30 ribu, ada yang ngasih
35 ribu dan ada juga yang ngasih 40 ribu,”kata Parni
Ibu yang tinggal dikawasan Kelurahan Lembeyan Kulon,
Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur ini bekerja untuk membantu
suami mencukupi kebutuhan sehari-hari. “Hasilnya ya buat beli kebutuhan dapur
seperti minyak goreng, lauk pauk dan bumbu dapur untuk masak, kalau kebutuhan
lainnya yaitu untuk kondangan, bayar kumpulan ibu-ibu, dan uang saku anak,”ucapnya.
“Anak saya dua mas, pertama usai 22 tahun sedangkan yang nomer dua masih duduk dibangku SD,”bangga Parni.
Parmi bersama 3 temannya menanam bibit padi di sawah milik orang lain
Dia bersama teman-temannya satu kampung sering menemui
kendala saat bekerja menancapkan bibit padi. Lantaran ia sering menemui tanah
keras sehingga membuat Dia bersama teman-temannya “kudu” berusaha lebih keras
untuk menancapkan bibit padi kedalam tanah. ”Kalau tanahnya keras terkadang
membuat tangan terluka, karena sudah terbiasa sakit itu tidak kami rasa
mas,”keluhnya.
Tak hanya itu saja, terkadang saat menanam padi sering
menjumpai sejumlah binatang seperti ular, klabang, bahkan biawak. Mereka sudah
terbiasa jika saat bekerja disawah menjumpai binatang tersebut. “Saat ketemu
binatang yang sekiranya berbahaya kami biasanya mengusir memakai kayu maupun
tanah liat yang ada disitu,”katanya.
Dengan upah 35 ribu sampai 40 ribu bekerja mulai pukul 06.30
WIB hingga 12.00 WIB jika dirasa sangat kurang.Tapi ibu yang mempunyai wajah
murah senyum ini selalu bersyukur. “Alhamdulilah mas, terus saya mau bekerja
apa, la wong saya hanya lulusan SD, bisanya hanya baca dan tulis. Kami sudah
sangat bersyukur yang penting hari ini saya dapat uang buat cukupi kebutuhan
sehari –hari dirumah,”ucap Parmi sambil menancapkan bibit padi.
“Mau bagimana lagi la wong resiko menanam padi maupun panen
padi itu harus kuat sama teriknya panas matahari,”paparnya.
Ke-empat ibu buruh tani ini Parmi adalah yang terlama
bekerja sebagai petani.”Saya bekerja sebagai buruh tani sudah kurang lebih 25
tahun sejak keluar dari sekolah dasar,” jelas Parmi kepada jurnalis suara
kumandang.
Parmi juga menjelaskan bahwa ia tidak mau mengambil resiko
jika saat bekerja dirasakan lelah mereka harus berteduh dan istirahat sejenak
sambil minum air jernih.
Keempat ibu ini mengaku yang menjadi kekhawatirannya selama
ini adanya teknologi mesin penanam padi dan panen padi.
Hal itu secara tidak
langsung akan berdampak pada penghasilan mereka. Namun mereka tetap pasrah
dengan kemajuan teknologi jaman sekarang. Dipercaya bahwa rejeki sudah ada yang
mengatur.
Pingback: Demi 35 Ribu, Parmi Rela Bekerja Dibawah Teriknya Sinar Matahari | Kabar Magetan