SKI feature
Suara Pedagang Tradisional, Pasar Legi Ponorogo Sepi Harapan Tak Mati

SENYUM: Mbah Jumiati nampak senyum tipis bersama buah buah segar penjualnya
Suarakumandang.com, BERITA PONOROGO.Usai adzan Ashar berkumandang di atas langit Kota Ponorogo, suasana Pasar Legi Ponorogo yang terletak ditengah Kota Reog mulai lengang. .
Di antara para pedagang yang sedang bersiap pulang, tampak sosok sepuh, yakni Mbah Soinem, pedagang bahan pokok asal Kecamatan Balong selalu buka tiap pukul 5 pagi
Meski usianya telah renta, Mbah Soinem masih rutin berjualan setiap hari. Namun, beberapa tahun terakhir, ia merasakan adanya perubahan di Pasar Legi Ponorogo.
“Pasar sekarang semakin lama semakin sepi, Mas. Tidak seperti dulu yang selalu ramai,” ujarnya sembari memasukkan dagangan dan bersiap untuk pulang.
Ia pun menyebut dagangannya sebagai campur sari, karena menjual berbagai macam kebutuhan pokok.
“Saya menjual beras, gula, garam, kopi, ya apa saja yang penting laku. Campur sari pokoknya,” tambahnya sambil tertawa kecil.
Soal harapan, Mbah Soinem mengucapkannya dengan nada pelan, “Semoga Tuhan memberikan rezeki yang cukup, berkah dan barokah, Mas.”
Sementara itu, penurunan aktivitas ekonomi di Pasar Legi juga dirasakan oleh pedagang lainnya, seperti Pak Heri Ahmad, berusia 52 tahun, penjual sembako yang lapaknya berada di Lantai Dua Pasar Legi.

MENDEKAP: Heri Ahmad mendekap beras hasil penjualanya
Ia mengatakan bahwa penjualan hari itu mengalami penurunan.
“Hari ini penjualan turun tiga puluh persen, Mas. Mungkin karena tidak ada hajatan atau pernikahan di kampung-kampung. Biasanya kalau ada pernikahan, ketan dan beras itu laris,” jelasnya.
Pak Heri juga menyebutkan bahwa harga bahan pokok seperti beras dan ketan saat ini cenderung turun.
“Sekarang harga ketan dan beras sekitar 12 ribu per kilo. Tapi harga turun tidak selalu membuat pembeli jadi lebih banyak.”
Sedangkan dari sisi lain pasar, Mbah Jumiati, pedagang buah dari Kecamatan Siman, turut membagikan pengalamannya.
Ia mengaku telah berjualan di Pasar Legi sejak tahun 90-an dan telah menyaksikan banyak peristiwa, termasuk musibah yang menimpa pasar.
“Selama saya berdagang, pasar ini sudah empat kali terbakar, Mas. Tapi saya tetap ikut bangkit. Alhamdulillah sekarang sudah baik lagi,” tuturnya dengan penuh syukur.
Soal penjualan, Mbah Jumiati menyampaikan bahwa untuk penjualan buah, masih cenderung stabil. “Penjualannya ya begini saja, Mas. Masih ada yang membeli,” ungkapnya.
Sepinya pembeli di pasar tradisional seperti Pasar Legi tidak bisa dilepaskan dari pesatnya perkembangan zaman.
Digitalisasi dan munculnya toko modern memengaruhi pola belanja masyarakat. Tak hanya itu, menurunnya kegiatan sosial seperti hajatan juga berimbas pada turunnya permintaan bahan pokok.
Namun, di tengah tantangan itu, para pedagang seperti Mbah Soinem, Pak Heri Ahmad, dan Mbah Jumiati tetap bertahan.
Mereka bukan hanya berdagang, tetapi juga menjaga denyut ekonomi lokal dan budaya pasar tradisional yang penuh nilai sosial.
Jurnalis: Samsul Hadi.